Peristiwa Isra Miraj merupakan salah satu perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW.
John Renard, sebagaimana pernah dikutip Azyumardi Azra, menyebut Isra’Mi’raj sebagai salah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada.
Menurut Renard, Isra’ Mi’raj benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
Isra’ Mi’raj bukanlah perjalanan biasa. Perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian dinaikkan ke langit ketujuh dilakukan dalam waktu satu malam.
Tentu, cerita ini sangat tidak masuk akal apabila menggunakan logika orang-orang zaman itu. Tidak heran, saat itu banyak orang yang tidak percaya dengan cerita tentang Isra’ Mi’raj. Bahkan, tidak sedikit yang menuduh Rasulullah telah mengabarkan cerita bohong atau hoaks.
Tetapi tidak dengan Abu Bakar, ia adalah orang yang mula-mula membenarkan cerita Isra’ Mi’raj itu. Maka ia pun diberi gelar Ash-Shiddiq yang artinya yang membenarkan atau yang berkata benar.
Pengertian Isra’ Mi’raj
Isra Mi’raj berasal dari bahasa Arab. Biasanya ditulis sebagai al-Isra’ wal-Mi’raj (الإسراء والمعراج) yang terdiri atas dua kata, yaitu isra’ dan mi’raj. Keduanya memiliki arti yang berbeda.
Kata isra’ berasal dari kata sara yang artinya ‘perjalanan malam’. Sementara, mi’raj dalam bahasa Arab berarti ‘kendaraan’, ‘alat untuk naik’, ataupun ‘tangga’. Bentuk jamaknya adalah ma’arij yang berarti ‘tempat-tempat naik’.
Menurut Abduh (1994) dalam ‘Hikmah Isra’ Mi’raj Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW’, isra’ menurut bahasa Arab diartikan sebagai perjalanan jauh di waktu malam dan selamat pulang kembali ke tempat semula.
Sementara menurut istilah, isra’ diartikan sebagai perjalanan Rasulullah SAW di waktu malam dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Palestina).
Mi’raj menurut bahasa Arab artinya tangga untuk dinaiki, sedangkan menurut istilah, mi’raj adalah perjalanan Rasulullah SAW dari Masjidil Aqsa ke langit tujuh sampai ke Arasy Allah.
Sedangkan menurut Zindy (1986) dalam Masjidil Aqsha (Pusat para Nabi dan Awal Mi’raj Rasul), isra’ adalah peristiwa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari kota Makkah ke Baitul Maqdis (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang menurut sebutan Al-Qur’an Surat Al-Isra’) hanya sekali saja.
Mi’raj adalah seperti tangga yang mempunyai anak-anak tangga. Melalui tangga tersebut, Rasulullah naik ke langit dunia kemudian menuju seluruh tujuh lapis langit. Di setiap langit, ia disambut oleh para nabi.
Dari pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina dalam satu malam.
Sedangkan mi’raj adalah lanjutan perjalanan Rasulullah dari Masjidil Aqsa di Palestina menuju langit ketujuh hingga ke Sidratul Muntaha untuk menemui Allah dalam rangka menerima perintah salat lima waktu.
Ihsan Faisal mengatakan Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Bagi para sufi, Isra’ Mi’raj adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Mengutip Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993), ia mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari salat yang dijalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian, salat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman.
Pesan dari Isra’ Mi’raj
Sekali lagi, Isra’ Mi’raj bukanlah peristiwa perjalanan biasa. Dalam peristiwa itu, Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da’wah Rasulullah sedang pada masa sulit, penuh duka cita.
Seperti diketahui, sbelum melakukan Isra’ Mi’raj, Rasulullah tengah mengalami masa-masa sulit. Para ahli sejarah menyebut masa itu sebagai Amul Huzni atau tahun kesedihan.
Pada masa itu, Rasulullah ditinggal wafat oleh dua orang sangat ia cintai, yaitu Abu Thalib dan Siti Khadijah.
Oleh karena itu, pada peristiwa suci tersebut, Rasulullah dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar ia bisa melihat bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Rasulullah bertambah motivasi dan semangatnya.
Peristiwa itu menjadi pesan kepada umat Islam untuk tidak larut pada kesedihan dan keterpurukan. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan umat Islam untuk bangkit.
Pesan selanjutnya adalah salat lima waktu. Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, selain bertemu dengan para nabi pendahulu, Rasulullah juga mendapatkan amanat menjalankan salat lima waktu.
Salat sebagaimana ajaran Rasulullah tidak hanya ibadah untuk menjangkau wilayah transendental, tetapi juga memancarkan nilai-nilai sosial.
Selanjutnya, peristiwa Isra’Mi’raj juga memberikan pesan kepada para pemimpin untuk merakyat dan membuat kebijakan yang pro-rakyat
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, hal itu telah diteladankan Rasulullah saat kembali ke bumi setelah bertemu Allah. Padahal, pertemuan dengan Allah adalah tujuan utama manusia. Namun, Rasulullah sudi kembali ke bumi untuk menyelamatkan nasib umat manusia. (*)